Rabu, 29 Desember 2010

MENUAI BERKAH LEWAT PNPM-MPd PABBARESSENG

Talud Pabbaresseng
AdSense


Luwu INTI BERITA, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) sebagai salah satu program yang dinilai berhasil dilaksanakan di dimasyarakat saat ini, memiliki bukti yang kuat dan tak dapat dipungkiri. Keberhasilan PNPM-MPd ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam mengambil keputusan sampai dengan mengawasi dan mengevaluasi  kegiatan.  Hal tersebut terlihat pada saat Musyawarah Desa Pertanggungjawaban (MDPJ) pembuatan Talud di Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua (Sabtu, 18 Desember 2010) yang dihadiri oleh para pelaku PNPM-MPd Kecamatan Bua  dan Kepala Desa Pabbaresseng bersama Masyarakat berbagai unsur.
Dalam Kesempatan tersebut Kepala Desa Pabbaresseng, M. Daming, A. Ma mengajak kepada   masyarakat agar senantiasa memelihara sarana jalan yang telah dilaksanakan lewat Pintu PNPM-MPd, karena jalan tersebut merupakan lalu lintas antar desa. Beliau juga berterima kasih kepada masyarakat yang telah memberikan partisipasi dan sumbangsihnya dalam bentuk swadaya sehingga pekerjaan Talud dapat terlaksana.  
                Menurut Ketua TPK Amran walaupun dilanda  empat kali banjir yang sempat menghanyutkan material seperti Pasir dan runtuhnya sebagian pondasi, tetapi dengan usaha dan kerja keras  bersama KPMD dan Pemerintah setempat masalah tersebut dapat ditanggulangi, jelasnya dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban.
Sesuai dengan rencana dan desain RAB volume kegiatan  1.482 meter dengan anggaran Rp. 228.482.000 kini memasuki tahap akhir kegiatan. Dengan anggaran tersebut ketua TPK Amran telah menambah volume kegiatan, “kami menambah panjang menjadi 1.560 meter dan lebar jalan yang dulunya rata-rata 4,5 meter sekarang kami tambah menjadi 6 bahkan ada sampai 7 meter, ini tak lepas dari partisipasi dan swadaya masyarakat, sehingga Pembuatan Talud oleh masyarakat telah menuai hasil” jelasnya. 
Menurutnya Jalan yang sedang ditalud tersebut perlu diprlebar karena merupakan akses yang menghubungkan dua desa yaitu desa Pammesakang “Desa kami berdekatan dengan bandara laga-Ligo Bua yang jaraknya hanya 600 meter, untuk itu perlu memikirkan kedepan keberlanjutan aksesibilitas yang bermanfaat , berdaya guna, dan berkelanjutan serta bersinergi dengan program pembangunan pemerintah lainnya yang dapat saling menunjang” ungkapnya.
 “Hasil tambak yang biasanya saya angkut dengan kendaraan roda empat pada dinihari sudah  tidak repot lagi bila bertemu dengan mobil karena jalan sudah lebar” ungkap Irpan salah seorang petani Tambak di Pabbaresseng.
Begitupula dengan Anco salah seorang Petani Sawah dari desa Padang Kalua merasa senang dengan pelebaran dan penimbunan jalan sehingga tidak repot lagi mengangkut hasil panen ”Biasanya kalau ketemu dengan Mobil 4 Roda harus mundur dulu cari tempat agak lebar” jelasnya.
Kepala Desa Pabbaresseng M. Daming didampingi Ketua TPK Muh.Amran Amir, S.Hut (Kanan) dan Fasiliator Tekhnik PNPM-MPd Kasmawati L, ST (Kiri)
 

Minggu, 26 Desember 2010

Masih Banyak Warga Belum Memakai Gas LPG 3 Kg


Luwu, Pembagian Tabung Gas LPG 3 Kilogram bagi masyarakat miskin, hingga saat ini masih banyak yang belum terpakai. Ini diketahui ketika dilakukan sosialisasi penggunaan LPG 3 Kilogram di Kecamatan Bua bulan Lalu, sejumlah masyarakat dibeberapa desa di kabupaten Luwu menyampaikan pada penyuluh saat diadakan sosialisasi penggunaan gas LPG 3 kg, “laporan masyarakat menyebutkan bahwa ada yang menyimpan bahkan menjual dan menukar dengan beras” ungkap Irwan Hamka yang didampingi Amran Amir usai mengadakan penyuluhan di  Desa Posi Kecamatan Bua. 

Sedangkan di Bukit Harapan masyarakat yang sebelumnya enggan menggunakan kompor gas tersebut kini mulaimenggunakannya kembali, “Untungnya ada sosialisasi seperti ini jadi kami sudah faham dan dapat menggunakannya, karena selama ini kami takut kalu kompor itu bisa meledak, dan seharusnya jauh sebelumnya sebelum dilakukan Pembagian sudah dilakukan sosialisasi semacam ini ” ungkap Gau Andi Tadda saat diadakan sosialisasi dI desa Bukit Harapan Kecamatan Bua. 

Salah satu penyebab sampai masyarakat enggan menggunakan Kompor Gas 3 Kilogram karena selang yang dibagi dianggap kurang bagus, ini dipicu oleh adanya oknum penyalur yang mengharuskan mengganti  selang “ kami diharuskan mengganti regulator dan selang yang harganya sampai tiga ratus ribu rupiah, karenanya kami tidak memakai kompor gas pembagian, takut kalau terjadi ledakan, untuk sementara kompor tersebut kami simpan saja.” Ungkap warga di desa Bukit Harapan dalam acara sosialisasi penggunaan gas LPG 3 kg. 

Ungkapan warga tersebut dijelaskan oleh Irwan Hamka bahwasanya masyarakat jangan ragu menggunakan kompor dan peralatan LPG 3 Kg seperti selang dan Regulator sepanjang masih utuh dan menggunakan sertifikat SNI. Beliau mengharapkan agar masyarakat senantiasa melakukan sesuai dengan perintah 3 cek yang telah disampaikan yaitu cek peralatan dan logo SNI, Cek Bau Gas dan  Cek Perawatan secara rutin.

Rabu, 10 November 2010


PABBARESSENG BANJIR LAGI

Luwu, Banjir yang terjadi empat kali dalam sebulan menyebabkan kerugian masyarakat Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua sampai ratusan juta rupiah.

Kepada LKI Mitra, warga mengungkapkan kerugian setiap banjir diperkirakan puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah. “Setiap banjir kami petani rumput laut termasuk petani rumput Gracilia merugi karena rumput kami selalu hanyut terbawa banjir, selain itu adapula yang merugi karena tambak ikan Bandeng dan Udang rubuh tergerus air yang menyebabkan Bandeng dan Udang Windu lepas,” ungkap Yani.

Banjir yang terjadi akhir akhir ini membuat panik warga karena kejadiannya pada malam hari. “Biasanya jam 10.00 kalau hujan deras selalu banjir, dan surut pada jam 3.00”. ungkap Ikbal warga desa Pabbaresseng yang sedang membersihkan rumahnya.

Besarnya air banjir akhir akhir ini disebabkan oleh karena penanganan sungai yang tidak berimbang dimana di desa Barowa (berseblahan dengan Pabbaresseng, red) telah dibangun Tanggul Bronjong ditambah dengan pondasi setinggi 80 cm yang menyebabkan air berpaling ke Desa Pabbaresseng, sementara desa Pabbaresseng tidak ada perbaikan semacam tanggul atau Bronjong sehingga air meluap, hal ini diungkapkan Razak Amir, warga desa Pabbaresseng.

Banjir juga merusak bangunan bangunan seperti tanggul tambatan perahu, dan jalan yang sedang dalam perbaikan yaitu pembuatan Talud jalan menghubungkan desa Pammesakang yang saat ini sedang dibangun PNPM ikut terbawa air bersama material seperti pasir dan semen. Jelas Amir pengawas pelaksana Pembuatan Talud PNPM saat ditemui di lapangan.

Membangun Blog Berpenghasilan Super Besar? - gayahidup.inilah.com

Membangun Blog Berpenghasilan Super Besar? - gayahidup.inilah.com

AdSense

Selasa, 26 Oktober 2010

PANORAMA LAPANDOSO

Suara mesin tempel (Katinting) mewarnai perjalanan kami menuju Monumen Lapandoso. Sebuah Monumen yang menandakan awal masuknya agama Islam masuk di Jazirah Sulawesi. Tepatnya di Dusun Muladimeng Desa Pabbaresseng Kecamatan Bua Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Sebuah ikon budaya dan Sejarah di Tanah Luwu.

Kondisi Air laut yang Pasang menjadikan perjalanan kami menuju Lapandoso terasa indah, dipagi hari jam 9.00 awal Oktober 2010. Monumen yang berjarak 600 meter dari tanggul tempat nelayan dan petani rumput laut menambatkan perahunya. Dari sinipun kelihatan suasana indah kelihatan anak-anak memancing ikan di pinggiran Tanggul dan adapula yang mandi-mandi.

Tepat di Muara Sungai Pabbaresseng, di pinggir pantai sebelah kanan terlihat sebuah Monumen berbentuk Masjid dengan Kubah warna biru, disekitarnya Nampak hijau dengan tumbuhan Bakau (Mangrove) yang tumbuh disekitarnya.
Perahu perahu kecil atau masyarakat setempat menyebutnya Balak-balak yang kami tumpangi telah sampai di depan Monumen Lapandoso dan beristirahat di pondok yang telah tersedia. Alunan angin pantai yang berhembus dengan suhu 30 derajat Celsius itu membuat kesejukan.

Monumen Lapandoso dengan luas monumen berukuran 2,5 x 2,5 meter tersebut merupakan bangunan yang dikelola oleh masyarakat secara swadaya walaupun tidak ekslusif tetapi pengunjungnya cukup banyak setiap tahunnya.

Dengan nilai religiusnya Lapandoso menjadi tempat rekreasi masyarakat Kabupaten Luwu yang dapat dijangkau dengan mudah walaupun kondisinya tidak ekslusif tanpa fasilitas seperti penginapan, motorboat, dll tetapi tempat ini menjadi tujuan pariwisata, salah satu alasannya adalah Mengenang pendaratan Pertama Khatib Datok Sulaiman sang pembawa Agama Islam di Tanah Luwu.
Di depan Monumen terhampar luas tambak atau empang yang berisi ikan Bandeng. Kami langsung memesan dan membeli pada pemilik empang. Kamipun disuruh mengambil dengan memukat langsung di tambak.

Setelah menikmati makan siang dengan menu Ikan Bakar Bandeng, kami beristirahat sejenak dibawah pepohonan Mangrove dengan kesejekuan angin laut, Panorama pantai terasa semarak dengan kicau burung yang beterbangan bebas dan kerap hinggap di dahan-dahan dan ranting. Terpukau oleh panorama pantai Lapandoso.

Kami mencoba menuju laut dengan menggunakan perahu balak-balak untuk menyaksikan keindahan karang laut di beberapa titik dengan jarak tempuh cuma 10 menit, dengan catatan pengunjung membawa peralatan menyelam, snorkeling, dan Kamera anti Air untuk menyaksikan aneka ragam keindahan bawah laut, seperti ikan Malaja (jenis lokal), Ikan Kerapu, dan berbagai jenis ikan karang.Kekayaan lautnya dimanfaatkan untuk wisata pemancingan.

Pada waktu-waktu tertentu saat perairan sedang hangat, seperti bulan September-Februari, beberapa jenis ikan yang dalam bahasa setempat menyebutnya dengan Ikan Ampelas, Kakap merah, dan Baba-baba kerap berkumpul dan menjadi obyek wisata yang menarik.

Tak jauh dari karang kami juga mengunjungi nelayan yang sedang menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang disebut dengan Banrong. Alat tangkap ini menggunakan menara pengintai yang tingginya sampai 7 meter diatas permukaan air.
Pengelolaan Wisata PantaiKeunggulan Pantai dengan Monumen Lapandoso simbol masuknya Islam di Tanah Luwu terasa menggelitik hati tatkala mengingat Pantai Lapandoso dengan panjang garis pantai 5.000 meter dan kekayaan laut yang memadai, sejatinya memiliki kekayaan bahari yang potensial untuk dikembangkan.

Sayangnya, pengelolaan pariwisata disini sama dengan tempat-tempat lainnya kerap terganjal dengan infrastruktur, transportasi, pengawasan, ataupun promosi yang tidak memadai. Belum lagi, pemanfaatan tempat secara eksklusif kerap ditentang karena tak memberikan imbal balik bagi penduduk lokal, bertentangan dengan nilai history atau religi dan lainnya.

Moh Iksan Nur Mallo, S.Hut anggota peneliti ornitologi dari Universitas Tadulako Palu Jurusan Kehutanan yang berkunjung ke Lapandoso sambil mengamati burung mengakui, keindahan tempat ini tak kalah hebat dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hanya saja, potensi bahari itu belum dikelola secara serius. ”Tempat ini perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pariwisata dan riset mangrove dan biotanya untuk menunjang pariwisata bahari dengan basisi religi dan kultur,” ujarnya.

Pikiran saya pun melayang ke Taka Bonerate di Selayar dengan terumbu karangnya, Tanjung Karang di Donggala Sulawesi Tengah, Jalan Lingkar Kota Palopo, dan obyek wisata menakjubkan lainnya di Indonesia. Andai saja potensi bahari itu digarap serius, barangkali akan mendunia, menyerap lapangan kerja, dan mendatangkan pendapatan bagi negara.

Minggu, 15 Agustus 2010

SUMBERDAYA DESA

TAMBAK IKAN (Empang)


Sumber Air Minum Desa Pabbaresseng


Hutan Tanaman Jenis Sengon di Desa Pabbaresseng

PHOTO PESONA WISATA LAPANDOSO DESA PABBARESSENG

Monumen Lapandoso
Monumen Lapandoso di Desa Pabbaresseng
Para Pengunjung Monumen
Monumen Lapandoso di Desa Pabbaresseng
Monumen Lapandoso di Desa Pabbaresseng
Makanan Khas (Lawa') Yang Sering dibuat/dimakan diLokasi
Mangrove atau Bakau yang Tumbuh secara Alami di Sekitar Monumen Lapandoso
Tanggul sebagai sarana pemancingan dan tambatan perahu
Tanggul sebagai sarana pemancingan dan tambatan perahu
Mangrove yang menghijau sepanjang pantai desa Pabbaresseng
Area Pemancingan di desa Pabbaresseng
Mangrove yang menghijau sepanjang pantai Pabbaresseng
Mangrove yang menghijau sepanjang pantai Pabbaresseng
Aktivitas Nelayan di Laut Muara Pabbaresseng
Banrong Tempat menangkap ikan yang berbentuk menara pengintai
Keindahan Laut Desa Pabbaresseng
Banrong Alat TangkapIkan
Jembatan Mangrove
AdSense

Selasa, 10 Agustus 2010

MONUMEN LAPANDOSO PABARESSENG








Muh. Amran Amir, S.Hut

Monumen Lapandoso Desa Pabbaresseng, makin ramai dikunjungi masyarakat baik dari dalam desa mapun dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Monumen yang dibangun masyarak secara swadaya sejak tahun 1989 dibawah pemerintahan desa bapak H.M. Arifin Kasma cukup mendapat perhatian dari masyarakat.

Monumen Lapandoso adalah Monumen yang dibangun untuk mengenang sejarah Pendaratan Islam yang dibawah oleh Datok Sulaiman, seorang Khatib dari negeri Buo sawah Lunto padang yang berlabuh di Tanah Bua sekitar tahun 1603 Masehi.

Monumen ini ramai dikunjungi oleh masyarakat setiap saat, seperti pada saat syukuran hasil panen rumput laut masyarakat,menjelang acara-acara islami, pada saat masuk dan selesai Ramadhan.

Keindahan pesona Monumen Lapandoso yang letaknya di tepi Pantai Desa Pabbaresseng terasa nyaman dengan hembusan angin laut dan ombak yang bersahabat dengan pengunjung. Kenyamanan ini tergambar pada dua (2) yaitu ketika Air pasang pengunjung berenang menyusuri bibir pantai dan menelusuri hutan mangrove(bakau)bahkan pengunjung memancing ikan di pinggir Monumen. Apabila Air laut Surut pengunjung bisa mencari kerang yang dalam bahasa daerahnya disebut dengan :Bondro-bondro, Tambianga, Cindropa, Burungan, Kalaweda, Tobo, Kima, dan Jenis Kepiting (Bungkang bhasa daerahnya.

Untuk sampai di lokasi ini pengunjung melewati Route :
1. Jalan Trans Palopo-Makassar : Singgah Di Bua nampak Gerbang Monumen Lapandoso, Lanjutkan Perjalanan Ke Desa Pabbaresseng dengan Naik kendaraan Roda 4 atau 2, disini juga tersedia sarana transportasi lokal yaitu Ojek
2. Setelah sampai di Desa Pabbaresseng Dusun Muladimeng atau Pintu masuk pengunjung bisa naik perahu Balak-balak star dari Tanggul PNPM. Disini juga tempat wisata mancing. Biaya naik perahu sekali perjalanan 20 ribu PP.
Pengunjung juga bisa jalan kaki menuju lokasi.

Rabu, 04 Agustus 2010

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2001
TENTANG
PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

I. UMUM
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dapat diketahui salah satu inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah, tetapi juga mendorong oto-aktivitas untuk melaksanakan apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Harus disadari bahwa prinsip dasar yang melandasi otonomi daerah adalah demokrasi, kesetaraan, keadilan disertai kesadaran akan pluralisme bangsa Indonesia.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang juga mengatur mengenai Desa menegaskan, Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di dalam Kabupaten, dengan pengerian tersebut sangat jelas bahwa Undang-undang ini memberikan dasar menuju self governing community yaitu suatu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sesuai kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan otonomi desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah. Selanjutnya dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa landasan pemikiran pengaturan Pemerintahan Desa adalah; (1) Keanekaragaman, memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, seperti Nagari, Negeri, Kampung, Pekon, Lembang, Pamusungan, Huta, Bori, atau Marga. Hal ini berarti pola penyelenggaraan Pemerintahan Desa akan menghormati sistem nilai yang berlaku dalam adat istiadat dan budaya masyarakat setempat, namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (2) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat merasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga Desa, (3) Otonomi Asli, memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan modern, (4) Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa, dan (5) Pemberdayaan Masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa diabdikan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengatur hal-hal mendasar mengenai pembentukan, penghapusan dan atau penggabungan desa, susunan organisasi pemerintahan desa, Badan Perwakilan Desa, lembaga lain, keuangan desa, dan Kerja sama antar desa.
Dalam rangka perwujudan demokrasi di tingkat Desa diadakan Badan Perwakilan Desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan dalam hal penetapan dan pelaksanaan Peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Desa. Keanggotaan Badan Perwakilan Desa direkrut melalui pemilihan oleh penduduk Desa setempat dari calon-calon yang memenuhi persyaratan. Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari anggota dalam musyawarah Badan Perwakilan Desa. Kepala Desa dalam kedudukan sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Bupati.
Dengan dipertegasnya Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan sosial budaya masyarakat setempat, berarti terbuka peluang untuk tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga kemasyarakatan sesuai kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dimaksud merupakan mitra dari Pemerintahan Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Sumber Pendapatan asli Desa merupakan sumber keuangan Desa yang digali dari dalam wilayah Desa yang bersangkutan yang terdiri dari hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah. Pendapatan Asli Desa dipungut berdasarkan Peraturan Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa diharapkan dapat menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia, selain Desa mampu mengembangkan dan memberdayakan potensi Desa dalam meningkatkan pendapatan Desa pada gilirannya menghasilkan masyarakat Desa yang berkemampuan untuk mandiri. Berkenaan dengan itu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah membuka peluang kepada Pemerintahan Desa untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang cukup potensial dengan berdasarkan ketentuan yang ada, antara lain dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa, melakukan Kerja sama dengan pihak ketiga dan kewenangan melakukan pinjaman.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Pembentukan Desa baru wajib memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, sosial budaya, potensi Desa, sarana dan prasarana pemerintahan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemekaran Desa adalah pemecahan Desa menjadi lebih dari satu.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 6
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban Desa melaporkan pelaksanaannya dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan berpengetahuan sederajat adalah seseorang yang dianggap mempunyai pengalaman, kemampuan dan pengetahuan setara Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama walaupun tidak mempunyai ijazah formal.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tokoh masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Daerah kabupaten dapat menetapkan masa jabatan Kepala Desa sesuai dengan sosial budaya setempat.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun adalah untuk satu tahun anggaran sekurang-kurangnya wajib menyampaikan laporan satu kali.
Ayat (4)
Tembusan wajib disampaikan kepada Camat sebagai bahan untuk melakukan pembinaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, juga untuk dijadikan bahan evaluasi serta arahan kepada Pemerintah Desa mengenai hal-hal tertentu.

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Pegawai Negeri Sipil dan atau anggota TNI/POLRI yang dicalonkan menjadi Kepala Desa terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari instansi induknya.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mendapatkan persetujuan pimpinan BPD adalah persetujuan tertulis dari pimpinan Badan Perwakilan Desa.

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Dalam penyusunan organisasi Pemerintah Desa agar memperhatikan kemampuan keuangan Desa, luas wilayah, letak geografis, profil, dan tingkat perkembangan Desa.

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Penentuan jumlah anggota Badan Perwakilan Desa antara lain memperhatikan kemampuan keuangan Desa, luas wilayah dan jumlah penduduk.

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan nama Lembaga Kemasyarakatan adalah penamaan lembaga kemasyarakatan oleh masyarakat sesuai kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan ditetapkan dalam Peraturan Desa.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas

Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Cukup jelas

Pasal 72
Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Desa sebelum ditetapkan agar disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait.
Yang dimaksud pihak terkait antara lain masyarakat, Pemerintah Desa, LSM yang mempunyai lingkup tugas di bidang Pemerintahan Desa, Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Masyarakat Desa.

Pasal 73
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 4155
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2001
TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa bercirikan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat;
b. bahwa sebagai kesatuan masyarakat hukum, Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di dalam wilayah Kabupaten;
c. bahwa dalam rangka pembinaan mengenai Desa sesuai huruf a dan b dan pelaksanaan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4090);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4106).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah, Kecamatan, dan Pemerintah Desa adalah pengertian-pengertian sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
3. Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
4. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan Desa yang merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
5. Dana Perimbangan adalah pengertian sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
6. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disingkat BUMDES adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Pihak Ketiga adalah instansi, lembaga, badan hukum, dan perorangan di luar Pemerintah Desa antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Negara Asing, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, Koperasi, Swasta Nasional dan Swasta Asing, Lembaga Keuangan dalam dan luar negeri.
8. Sumbangan Pihak Ketiga kepada Desa adalah pemberian Pihak Ketiga kepada Desa secara ikhlas, tidak mengikat, baik berbentuk uang atau yang disamakan dengan uang maupun barang bergerak atau barang tidak bergerak.
9. Pinjaman Desa adalah sejumlah uang yang dipinjam oleh Pemerintah Desa dari pihak lain yang meminjamkan kepada Pemerintah Desa dengan syarat tertentu seperti jangka waktu, bunga, dan jaminan tertentu.
10. Kerja sama adalah suatu rangkaian kegiatan yang terjadi karena ikatan formal antara Desa dan Pihak Ketiga untuk bersama-sama melakukan kegiatan usaha guna mencapai suatu tujuan tertentu.
11. Pembentukan Desa adalah tindakan mengadakan Desa baru di luar atau di dalam wilayah Desa-desa yang telah ada.
12. Penghapusan Desa adalah tindakan meniadakan Desa yang ada akibat tidak memenuhi syarat dan atau digabung dengan Desa terdekat.
13. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua Desa atau lebih menjadi Desa baru.

BAB II
PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

Pasal 2
(1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul Desa dan persyaratan yang ditentukan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terjadi karena pembentukan Desa baru di luar Desa yang telah ada atau sebagai akibat pemekaran Desa dan atau penataan Desa.
(3) Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung.

Pasal 3
(1) Berdasarkan pada adat istiadat dan asal-usul Desa, dalam wilayah Desa dimungkinkan adanya pembagian wilayah seperti Dusun atau sebutan lain yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan Pemerintahan Desa.
(2) Sebutan bagian wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 4
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Pembentukan, Penghapusan atau Penggabungan Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten dengan mempertimbangkan luas wilayah, jumlah penduduk, sosial budaya, potensi desa, dan lain-lain.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain mengenai:
a. penegasan mengenai batas wilayah Desa dalam setiap pembentukan Desa;
b. pembagian wilayah Desa;
c. rincian tentang kewenangan Desa;
d. mekanisme pelaksanaan pembentukan, penghapusan dan atau penggabungan Desa, mulai dari usul Kepala Desa atas prakarsa masyarakat setelah mendapatkan persetujuan Badan Perwakilan Desa sampai penetapan dengan Peraturan Daerah Kabupaten.

BAB III
KEWENANGAN DESA

Pasal 5
Kewenangan Desa mencakup:
a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa;
b. kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah; dan
c. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten.

Pasal 6
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan.

BAB IV
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7
(1) Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang menyelenggarakan Pemerintahan Desa.
(2) Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan Perangkat Desa.
(3) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:
a. unsur pelayanan seperti Sekretariat Desa dan atau Tata Usaha;
b. unsur pelaksana teknis lapangan;
c. unsur Pembantu Kepala Desa di wilayah bagian Desa seperti Kepala Dusun.
(4) Nama dan jumlah Unsur Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Bagian Kedua
Kepala Desa

Pasal 8
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G.30.S/PKI dan atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;
d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan atau berpengetahuan yang sederajat;
e. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya;
h. berkelakuan baik, jujur, dan adil;
i. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
k. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat;
l. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan
m. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 9
(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat.
(2) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan pemilihan.

Pasal 10
(1) Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari anggota Badan Perwakilan Desa, pengurus lembaga kemasyarakatan Desa dan tokoh masyarakat.
(2) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada Badan Perwakilan Desa.

Pasal 11
(1) Panitia Pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon Kepala Desa sesuai persyaratan.
(2) Bakal calon yang telah memenuhi persyaratan, oleh Panitia Pemilihan diajukan kepada Badan Perwakilan Desa untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih.

Pasal 12
(1) Calon Kepala Desa yang berhak dipilih oleh Panitia Pemilihan diumumkan kepada masyarakat di tempat-tempat yang terbuka atau sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 13
(1) Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak.
(2) Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Badan Perwakilan Desa berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
(3) Calon Kepala Desa Terpilih disahkan oleh Bupati dengan menerbitkan Keputusan Bupati tentang Pengesahan Calon Kepala Desa Terpilih.
(4) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diterbitkan paling lambat 30 hari setelah pemilihan.

Pasal 14
(1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji dan dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.
(2) Susunan kata-kata sumpah/janji Kepala Desa dimaksud adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 15
(1) Masa jabatan Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
(2) Apabila masa jabatan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir, yang bersangkutan tidak boleh dicalonkan kembali untuk masa jabatan berikutnya.

Pasal 16
(1) Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. membina kehidupan masyarakat Desa;
c. membina perekonomian Desa;
d. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
e. mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa;
f. mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya;
(2) Untuk mendamaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Kepala Desa dapat dibantu oleh lembaga adat Desa.
(3) Segala perselisihan yang telah didamaikan oleh Kepala Desa bersifat mengikat pihak-pihak yang berselisih.

Pasal 17
(1) Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Kepala Desa wajib bersikap dan bertindak adil, tidak diskriminatif serta tidak mempersulit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(2) Kepala Desa yang bersikap dan bertindak tidak adil, diskriminatif dan mempersulit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diberikan teguran dan atau peringatan tertulis oleh Badan Perwakilan Desa.

Pasal 18
(1) Kepala Desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa:
a. bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa; dan
b. menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati.
(3) Pertanggungjawaban dan laporan pelaksanaan tugas Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
(4) Laporan pelaksanaan tugas Kepala Desa sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b, disampaikan kepada Bupati dengan tembusan kepada Camat.

Pasal 19
(1) Badan Perwakilan Desa memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis enam bulan sebelum berakhir masa jabatan.
(2) Pertanggungjawaban akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan tiga bulan sebelum masa jabatan berakhir.
(3) Selambat-lambatnya dua bulan sebelum berakhirnya masa jabatan, Badan Perwakilan Desa segera memproses pemilihan Kepala Desa yang baru.

Pasal 20
(1) Kepala Desa berhenti, karena:
a. meninggal dunia;
b. mengajukan berhenti atas permintaan sendiri;
c. tidak lagi memenuhi syarat dan atau melanggar sumpah atau janji;
d. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; dan
e. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Desa.
(2) Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan Desa.

Pasal 21
(1) Peraturan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain mengenai:
a. penegasan persyaratan calon, yang meliputi:
1) batas usia maksimal calon;
2) pengaturan mengenai persyaratan pendidikan secara tegas, seperti harus berijazah SLTP, dan atau berpengalaman yang dinilai sederajat;
3) pengaturan mengenai persyaratan tambahan bagi calon Kepala Desa sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; dan
4) pengaturan mengenai persyaratan calon yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan atau anggota TNI/POLRI.
b. mekanisme pencalonan, yang meliputi:
1) pembentukan Panitia Pemilihan oleh Badan Perwakilan Desa;
2) tugas Panitia Pemilihan;
3) tata cara pendaftaran dan persyaratan pemilih;
4) pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon; dan
5) mekanisme penetapan calon yang berhak dipilih oleh masyarakat yang ditetapkan Badan Perwakilan Desa.
c. pelaksanaan kampanye, yang meliputi:
1) tempat pelaksanaan;
2) waktu pelaksanaan;
3) mekanisme dan sistem kampanye; dan
4) biaya pelaksanaan kampanye.
d. pelaksanaan pemilihan, yang meliputi:
1) pengumuman pelaksanaan pemilihan kepada masyarakat;
2) pelaksanaan pemungutan suara;
3) penetapan hasil pemungutan suara sebagai calon terpilih dengan Berita Acara;
4) kemungkinan calon terpilih yang mendapat dukungan suara terbanyak yang sama lebih dari satu orang;
5) mekanisme pelaksanaan pemilihan ulang.
e. tata cara pengucapan sumpah/janji dan pelantikan Kepala Desa termasuk pelaksanaan serah terima jabatan;
f. mekanisme pelaksanaan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada Badan Perwakilan Desa dan laporan pelaksanaan tugas Kepala Desa kepada Bupati;
g. larangan Kepala Desa;
h. pejabat yang mewakili dalam hal Kepala Desa berhalangan;
i. mekanisme pemberhentian sementara Kepala Desa;
j. pemberitahuan dari Badan Perwakilan Desa kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan;
k. pengaturan mengenai penyelenggaraan pencalonan dan pemilihan Kepala Desa tidak tepat waktu;
l. mekanisme pengangkatan penjabat Kepala Desa;
m. masa jabatan Kepala Desa; dan
n. biaya pemilihan calon Kepala Desa dan pembebanannya.

Bagian Ketiga
Perangkat Desa

Pasal 22
(1) Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
(2) Dalam pelaksanaan tugasnya, Perangkat Desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 23
(1) Perangkat Desa dapat dipilih dan atau diangkat tanpa pemilihan sesuai kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dari penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
(2) Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan Pimpinan Badan Perwakilan Desa.

Pasal 24
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan dan atau Pengangkatan Perangkat Desa, ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat materi antara lain mengenai:
a. persyaratan calon Perangkat Desa;
b. mekanisme pemilihan dan atau pengangkatan calon Perangkat Desa;
c. masa jabatan Perangkat Desa;
d. larangan bagi Perangkat Desa;
e. mekanisme pemberhentian Perangkat Desa.

Bagian Keempat
Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa

Pasal 25
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.
(2) Penghasilan tetap dan atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 26
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain mengenai:
a. rincian jenis penghasilan dan atau tunjangan yang akan diberikan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa; dan
b. pelaksanaan, penentuan besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan atau tunjangan.

Bagian Kelima
Susunan Organisasi Pemerintah Desa

Pasal 27
Susunan organisasi Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ditetapkan oleh Kepala Desa sesuai dengan kondisi Desa setempat setelah mendapatkan persetujuan Badan Perwakilan Desa.

Pasal 28
Susunan organisasi Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaporkan oleh Kepala Desa kepada Bupati dengan tembusan kepada Camat.

Pasal 29
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi Pemerintah Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain mengenai tata cara penyusunan organisasi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta tata kerja.

Bagian Keenam
Badan Perwakilan Desa

Pasal 30
(1) Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(3) Pelaksanaan fungsi Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib Badan Perwakilan Desa.

Pasal 31
Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 32
Jumlah anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya lima orang anggota.

Pasal 33
(1) Pimpinan Badan Perwakilan Desa terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua.
(2) Wakil Ketua Badan Perwakilan Desa paling banyak 2 (dua) orang.
(3) Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota Badan Perwakilan Desa secara langsung dalam Rapat Badan Perwakilan Desa yang diadakan secara khusus.
(4) Rapat pemilihan Pimpinan Badan Perwakilan Desa untuk pertama kalinya dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

Pasal 34
(1) Dalam pelaksanaan tugasnya Pimpinan Badan Perwakilan Desa dibantu oleh Sekretariat Badan Perwakilan Desa.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin seorang Sekretaris yang diangkat oleh Kepala Desa atas persetujuan Pimpinan Badan Perwakilan Desa dan bukan dari Perangkat Desa.

Pasal 35
(1) Anggota Badan Perwakilan Desa dapat menerima tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa.
(2) Tunjangan anggota Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 36
(1) Untuk keperluan kegiatan Badan Perwakilan Desa dan Sekretariat Badan Perwakilan Desa disediakan biaya sesuai kemampuan Keuangan Desa yang dikelola oleh Sekretariat Badan Perwakilan Desa.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 37
Anggota dan Pimpinan Badan Perwakilan Desa tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Pasal 38
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Badan Perwakilan Desa, ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain mengenai:
a. persyaratan untuk menjadi anggota BPD sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat;
b. mekanisme pelaksanaan pemilihan anggota;
c. penetapan calon terpilih anggota;
d. pengesahan hasil pemilihan anggota;
e. tugas dan wewenang anggota;
f. hak Badan Perwakilan Desa;
g. hak, kewajiban, dan larangan bagi anggota;
h. pemberhentian dan masa keanggotaan;
i. penggantian anggota dan pimpinan;
j. mekanisme rapat; dan
k. pengaturan tata tertib rapat.

BAB V
LEMBAGA LAIN

Bagian Pertama
Lembaga Adat

Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah harus mengakui dan menghormati adat istiadat dan lembaga adat di wilayahnya sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
(2) Pemerintah Daerah dapat menetapkan berbagai kebijaksanaan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan lembaga adat di wilayahnya.

Pasal 40
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan lembaga adat ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain:
a. mekanisme pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan;
b. kedudukan, tugas dan fungsi lembaga adat;
c. hak, wewenang dan kewajiban lembaga adat termasuk kewenangan dalam penyelesaian perselisihan sengketa adat;
d. susunan organisasi; dan
e. hubungan dengan organisasi pemerintahan, baik Pemerintah Desa maupun Pemerintah Kabupaten.

Bagian Kedua
Lembaga Kemasyarakatan Desa

Pasal 41
(1) Dalam upaya memberdayakan masyarakat di Desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan sesuai kebutuhan.
(2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Pasal 42
Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, merupakan mitra Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat.

Pasal 43
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Pedoman Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi antara lain mengenai:
a. nama lembaga kemasyarakatan;
b. susunan organisasi;
c. tata kerja;
d. kedudukan dan tugas;
e. kewenangan, hak dan kewajiban;
f. hubungan antar lembaga kemasyarakatan di Desa yang bersangkutan, antar Desa dan antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa.

BAB VI
PERATURAN DESA

Pasal 44
(1) Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
(2) Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Pasal 45
Dalam menetapkan Peraturan Desa, Badan Perwakilan Desa mengadakan rapat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Badan Perwakilan Desa.

Pasal 46
(1) Peraturan Desa ditandatangani oleh Kepala Desa.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak memerlukan pengesahan Bupati, tetapi wajib disampaikan kepadanya selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dengan tembusan kepada Camat.

Pasal 47
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Peraturan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi antara lain:
a. bentuk Peraturan Desa;
b. tata cara penetapan Peraturan Desa;
c. mekanisme pengambilan keputusan;
d. persyaratan material;
e. pelaksanaan Peraturan Desa.

Pasal 48
Peraturan Daerah Kabupaten dan Peraturan Desa sebelum ditetapkan agar disosialisasikan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.

BAB VII
KEUANGAN DESA

Bagian Pertama
Sumber Pendapatan Desa

Pasal 49
(1) Sumber Pendapatan Desa terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Desa meliputi:
1) hasil usaha desa;
2) hasil kekayaan desa;
3) hasil swadaya dan partisipasi;
4) hasil gotong royong; dan
5) lain-lain pendapatan asli Desa yang sah.
b. bantuan dari Pemerintah Kabupaten meliputi:
1) bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah;
2) bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten.
c. bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah Propinsi;
d. sumbangan dari pihak ketiga; dan
e. pinjaman Desa.
(2) Sumber Pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 50
Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri dari:
a. tanah kas Desa;
b. pasar Desa;
c. bangunan Desa;
d. pelelangan ikan yang dikelola oleh Desa;
e. lain-lain kekayaan milik Desa.

Pasal 51
(1) Dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(2) Bentuk Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52
(1) Sumber pendapatan daerah yang berada di Desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Propinsi atau Kabupaten tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa.
(2) Bagian Desa dari perolehan bagian pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa.

Pasal 53
Bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Propinsi kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf c, disesuaikan dengan kemampuan keuangan.

Pasal 54
(1) Sumbangan dari Pihak Ketiga kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf d, dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf, hibah dan atau lain-lain sumbangan, dan pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada Desa.
(2) Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 55
(1) Pinjaman Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf e, dilakukan oleh Pemerintah Desa setelah mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa.
(2) Kepala Desa melakukan penandatanganan pinjaman setelah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(3) Pinjaman Desa dicantumkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 56
Pinjaman Desa dapat bersumber dari:
a. Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten;
b. Bank Pemerintah;
c. Bank Pemerintah Daerah;
d. Bank Swasta; dan
e. sumber-sumber lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 57
(1) Pinjaman Desa digunakan untuk:
a. meningkatkan Pendapatan Asli Desa;
b. membiayai suatu usaha yang dapat meningkatkan pendapatan Desa; dan
c. menambah/menyertakan modal Pemerintah Desa kepada Badan Usaha Milik Desa, dan atau usaha-usaha lain.
(2) Pinjaman Desa tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja rutin Desa.
(3) Penggunaan dan pengembalian pinjaman Desa dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 58
(1) Dalam upaya pengelolaan Potensi Desa guna meningkatkan Pendapatan Asli Desa, Pemerintahan Desa dapat melaksanakan kerja sama dengan Pihak Ketiga atas persetujuan Badan Perwakilan Desa.
(2) Kerja sama dengan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi antara lain kerja sama di bidang manajemen, operasional, bantuan teknik, patungan, pembiayaan, dan kerja sama bagi hasil.
(3) Hasil usaha kerja sama dengan Pihak Ketiga dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 59
Sumber Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 60
Pengaturan lebih lanjut mengenai Sumber Pendapatan Desa, ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten.

Bagian Kedua
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

Pasal 61
(1) Bupati menetapkan pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
(2) Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat materi antara lain mengenai:
a. tata cara penyusunan anggaran;
b. tata usaha Keuangan Desa;
c. mekanisme dan persyaratan pengangkatan Bendaharawan Desa;
d. pelaksanaan anggaran;
e. perubahan anggaran;
f. perhitungan anggaran;
g. mekanisme pelaporan dan bentuk pertanggungjawaban Keuangan Desa; dan
h. mekanisme pengawasan pelaksanaan anggaran oleh Badan Perwakilan Desa.
(3) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Pasal 62
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian penerimaan dan bagian pengeluaran.
(2) Bagian pengeluaran terdiri atas Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan.

Pasal 63
(1) Pengelolaan Keuangan dilaksanakan oleh Bendaharawan Desa yang diangkat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan dari Badan Perwakilan Desa.
(2) Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa meliputi Penyusunan Anggaran, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan dan Perhitungan Anggaran.
(3) Pengelolaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada Badan Perwakilan Desa selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhir tahun anggaran.

BAB VIII
KERJA SAMA ANTAR DESA

Pasal 64
(1) Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan Keputusan Bersama dan dilaporkan kepada Bupati dengan tembusan kepada Camat.
(2) Untuk pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan kerja sama.

Pasal 65
(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kerja sama antar Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memuat materi antara lain:
a. bentuk kerja sama seperti antar Desa dalam satu Kecamatan, antar Desa di luar Kecamatan dalam satu Kabupaten dan seterusnya;
b. obyek kerja sama;
c. muatan materi keputusan kerja sama;
d. biaya pelaksanaan kerja sama; dan
e. penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam kerja sama.

BAB IX
PEMBINAAN

Pasal 66
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten wajib memfasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.

Pasal 67
Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah ditetapkan dengan tembusan kepada Camat.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68
(1) Desa-desa yang ada dalam wilayah Kotamadya, Kotamadya Administratif dan Kota Administratif berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, pada saat berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ditetapkan sebagai Kelurahan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 69
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tetap menjalankan tugas sampai ada pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten.
(2) Kepala Desa yang selama ini masa jabatannya ditetapkan delapan tahun, dapat tetap melaksanakan tugas sampai akhir masa jabatannya selama dinilai baik oleh Badan Perwakilan Desa.

Pasal 70
Lembaga Musyawarah Desa yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tetap melaksanakan tugas sampai terbentuknya Badan Perwakilan Desa.

Pasal 71
(1) Sebutan untuk Desa, Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa dan Perangkat Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
(2) Penyesuaian peristilahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Desa atas persetujuan Badan Perwakilan Desa dan disahkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Nama-nama Desa yang ada pada saat berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah setelah diadakan penyesuaian berdasarkan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 72
Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Desa, diadakan penyesuaian berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 November 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 November 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 142