Kamis, 03 Juni 2010
PRANATA SOSIAL DESA PABBARESSENG
PRANATA SOSIAL
Lebih dari sekedar nama desa, Pabbaresseng adalah komunitas yang masih memiliki pranata sosial yang masih kuat. Kultur budaya yang umum berlaku di kecamatan Bua masih dilaksanakan.Pranata-pranata sosial seperti Gotong royong membangun sarana umum maupun keluarga masih berlaku. Misalnya Pada hari Minggu masyarakat memanfaatkan waktu sekitar 2-3 jam untuk bergotong royong membangun sarana umum seperti kantor desa, perbaikan jalan, pembersihan saluran air dan lain-lain. Sedangkan untuk kegiatan kekeluargaan seperti acara pesta pengantin jauh hari sebelum pesta, kelompok pemuda bergotong royong mempersiapkan bahan seperti Kayu, Bambu dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan.
Sementara tetua masyarakat yang lebih faham akan pembuatan hal-hal yang berhubungan dengan adat seperti pembuatan Pagar Bambu atau yang disebut dengan Balasuji dan perangkat-perangkat adat lainnya dibuat oleh mereka atau mengatur orang-orang dalam pembuatan hal tersebut. Seperti halnya dengan pembangunan rumah yang dibagun dengan dasar gotong royong beberapa kelompok seperti kelompok pemuda, orang tua, ibu-ibu dan remaja saling bahu membahu membantu.
SELAYANG PANDANG KOMUNITAS DESA PABBARESSENG
A.PROFIL SOSIO-DEMOGRAFIS
Pabbaresseng adalah nama desa yang mekar pada tahun 2008 dari Desa Barowa, Pengusulan untuk menjadi desa yang berdiri sendiri telah digagas sejak tahun 2007. Secara administratif desa Pabbaresseng masuk dalam wilayah Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Komunitas masyarakat desa Pabbaresseng adalah komunitas masyarakat Bua pada umumnya. Bahasa yang digunakan sehari-hari di Bua umumnya orang mengatakan sebagai bahasa Tae’, bahasa ini ada kemiripannya dengan bahasa Toraja, selain itu ada pula yang menggunakan bahasa Bugis baik penduduk lokal maupun pendatang dari Bugis dan Makassar.
Nama Pabbaresseng memiliki arti yakni sebagai wadah atau tempat penyimpanan beras. Konon kabarnya tempat ini dahulunya adalah tempat atau gudang penyimpanan Beras jika Kapal-kapal pengangkut Beras dari berbagai daerah berlabuh di Pabbaresseng.
Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Pabbaresseng sebagai tempat menyambut tamu yang menggunakan perahu perang bernama La Uli Bue. Tempat tersebut dinamakan La Pandoso yang berada di Muara Sungai Pabbaresseng pada saat agama Islam pertama kali masuk di Tanah Luwu yang dibawa oleh Khatib Datok Sulaiman dari Buo Lintau Padang panjang Sumatra. Monumen La Pandoso seperti pada gambar diatas.
Desa Pabbaresseng adalah daerah pesisir pantai Bua dengan luas wilayah adalah 3.875 M2 berada pada ketinggian 00 dari permukaan laut, dengan topografi yang datar. Keadaan iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di desa Pabbaresseng tergolong kedalam iklim tipe B dengan curah hujan antara 500-1000mm/tahun.
Secara administratif desa Pabbaresseng berbatasan dengan Desa Barowa di sebelah Utara, Desa Pammesakang Sebelah Selatan, Desa Tanah Rigella Sebelah Barat dan Teluk Bone di Sebelah Timur. Wilayah pemukiman masyarakat menghampar sepanjang jalan. Sedangkan lahan pertanian/perkebunan berada dekat dari rumah atau jalan, ada pula yang mempunyai areal perkebunana atau tambak ikan yang jauhnya sampai 1 km dari rumah.
Di Desa ini mengalir Sungai Bua yang mengalir dari hulu yaitu desa Posi dan terus ke hilir Teluk Bone. Selain itu terdapat pula sungai-sungai yang mengalir di areal tambak yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yaitu Sungai Pabbaresseng merupakan induk dari sungai sungai kecil seperti sungai Sere yang mengalir dari Desa Pammesakang menuju Induk Sungai Pabbaresseng. Sungai kecil tersebut berperan dalam pengaturan pasang surut air laut yang dapat mengairi lahan tambak/empang masyarakat.
Keadaan Penduduk Tahun 2009 jumlah mencapai 1.568. Komposisi penduduk Perempuan 818 jiwa dan Laki-laki 750 jiwa dan jumlah KK 344.
Masyarakat desa Pabbaresseng membentuk pola pemukiman yang sifatnya campuran, tersebar dari dusun satu hingga dusun empat, mengikuti alur jalan atau lahan olahan seperti kebun, empang dan pinggir jalan. Sistem ikatan sosial masih melekat yang dirajut oleh ikatan-ikatan kekerabatan yang saling menghormati satu sama lain, masyarakat pada umumnya menyebut dirinya sebagai masyarakat asli Bua atau Luwu.
Masyarakat umumnya menggantungkan hidupnya pada sektor perindustrian, mereka bekerja di industry perkayuan/Plywood di PT. Panply. Rata rata yang bekerja adalah para pemuda dan remaja selebihnya adalah orang tua yang sudah lama bekerja hingga mencapai masa kerja 25 tahun bahkan lebih hingga 30 tahun. Selain itu matapencaharian masyarakat sebagai Petani Rumput Laut baik yang dikelola di laut (jenis Catonik) maupun yang dikelola di tambak/empang (jenis Grassilaria) yang dipadukan dengan ikan jenis Bandeng dan Udang, Pekerjaan-pekerjaan lainnya seperti pedagang kelontong, Nelayan, PNS dan ada pula yang mengumpulkan sisa-sisa limbah industri perkayuan seperti serpihan kayu.
Komunitas Perempuan saat ini umumnya mengelola rumput laut, yang juga sebagai mata pencaharian. Kaum perempuan berperan penting dalam membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga dimana pada setiap musim panen rumput laut kaum perempuan ikut serta dalam pengeringan dan perbanyakan bibit, sehingga mereka dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam setiap rumah tangga.
TANGGUL DAN TAMBATAN PERAHU DESA PABBARESSENG
Tanggul yang Dibuat PNPM-MPd kini dapat dimanfaatkan sebagai Tambatan Perahu dan Tempat penjemuran Rumput Laut |
Tanggul yang Dibuat PNPM-MPd kini dapat dimanfaatkan sebagai Tambatan Perahu |
Rona Awal Sebelum Dikerja PNPM-MPd tahun 2009 |
Desa Pabbaresseng sebagai suatu kawasan pesisir yang strategis, mengalami tekanan pembangunan yang secara signifikan menyebabkan terjadinya Eskalasi Degradasi yang cukup memprihatinkan. Kecendrungan meningkatnya degradasi lingkungan pesisir Desa Pabbaresseng antara lain ditandai dengan meningkatnya abrasi dan erosi/pengikisan tanah yang menyebabkan genangan air yang tidak teratur, rusaknya jalan pematang yang dilalui masyarakat, selain itu dampak secara ekonomi dapat menghilangkan sumber-sumber pendapatan masyarakat seperti hasil tambak berupa Ikan, Udang dan Rumput laut. Kerusakan tersebut juga berdampak pada nelayan dan petani rumput laut Katonik dimana aksesibilitasnya terhambat untuk mengangkut hasil tangkapan. dan hasil laut lainnya.
Terhambatnya aksesibilitas petani tersebut juga merupakan persoalan yang sudah berlangsung sekian tahun dimana para nelayan tidak memiliki tempat untuk menambatkan perahu. Disisi lain kemampuan masyarakat untuk mengelola lingkungannya masih lamban disebabkan oleh tingkat ekonomi yang lemah dibarengi dengan kesadaran untuk mengelola lingkungan juga lemah oleh karena kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) dalam memotivasi pembangunan guna menguatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah masih terbatas.
Persoalan tersebut perlu segera ditangani yang sejalan dengan tujuan Program PNPM Mandiri Perdesaan yaitu Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
2.Tujuan Yang Ingin Dicapai
1.Tujuan Umum
Tujuan umum pelaksanaan ini adalah terwujudnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan wilayah pesisir yang baik guna menunjang kehidupan ekonomi Petani dan Nelayan.
2.Tujuan Khusus-Mencegah pengikisan/erosi tanah
-Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan dikawasan pesisir Desa Pabbaresseng.
-Membangun aksesibilitas publik (masyarakat) yang berdaya guna
-Meningkatkan pendapatan petani tambak dan nelayan
-Terciptanya penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat
3.Kegiatan Yang Akan DilakukanPembuatan Tanggul 382 M yang berfungsi sebagai Tambatan Perahu, terdiri atas item kegiatan yaitu :
Pembersihan jalur, Penggalian parit, dan Pemasangan batu (Secara lengkap disajikan pada bagian 7 Rencana Pelaksanaan Kegiatan)
4.Manfaat Yang Akan DiperolehManfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan ini adalah :
1.Terciptanya lapangan kerja
2.Pendapatan nelayan, petani tambak dan rumput laut meningkat
3.Adanya Peningkatan dan pengendalian akses masyarakat terhadap sumberdaya
4.Meningkatnya kualitas lingkungan yang berujung pada terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5.Sumberdaya perairan khususnya biota perairan akan meningkat. 6
.Akses untuk membangun sistem ekonomi dan sarana penunjang lainnya akan terbangun.
5.Keterlibatan Kelompok Miskin dalam PerencanaanTerdapat 208 warga miskin yang ikut dalam pengambilan keputusan masing-masing 103 orang laki-laki dan 105 orang dari perempuan
6. Potensi SumberdayaPotensi sumberdaya yang ada dan tersedia antara lain :
a. Sumberdaya Manusia (SDM) :
- Teknisi Ahli Bangunan termasuk Tukang Batu
- Swadaya tenaga dari Kelompok Tani dan nelayan
b. Sumberdaya Alam (SDA)
- Material pasir sungai
- Material kayu dan papan
7.Rencana Pelestarian Kegiatan
Untuk mendukung keberlanjutan dan kelestarian program ini maka setelah kegiatan berakhir akan dibentuk kelompok-kelompok kerja (Pokja) yang bertanggungjawab dan menjaga/memelihara prasarana yang ada.
Langganan:
Postingan (Atom)